HADIS ARBA'IN

 

HADIS ARBA’IN YANG PERTAMA

SESUNGGUHNYA AMAL ITU TERGANTUNG NIATNYA

 


 

 

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin al-Khaththab rodiyallohu’anhu(ra), ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shalallohu’alayhi wasallam(SAW) bersabda ‘Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang (berniat) hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya.  Barangsiapa yang (berniat) hijrah karena dunia yang bakal diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya itu. “ (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits : Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari dan Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-qusyairi an-Naisaburi dalam shahih keduanya yang merupakan kitab yang paling shahih)

 

Syarah :

Imam an-Nawawi berkata :

Hadits ini menunjukkan bahwa niat itu sebagai barometer untuk menilai sahnya amalan.  Bila niatnya baik, maka amalnya baik dan bila rusak, maka rusak pula amalnya.  Jika dijumpai suatu amalan dan dibarengi oleh niat, maka ia punya tiga keadaan : Pertama, ia melakukan hal itu karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala (SWT), dan ini ibadahnya hamba. Kedua, ia melakukan hal itu karena mencari surga dan pahala, ini ibadahnya pedagang. Ketiga, ia melakukan hal itu karena malu kepada Allah SWT, menunaikan hak ubudiyah, dan menunaikan rasa syukur.  Kendati demikian ia merasa dirinya lalai, dan bersamaan dengan itu hatinya merasa takut.  Karena ia tidak tahu apakah amalnya diterima ataukah tidak?  Ini ibadahnya orang-orang merdeka.   Itulah yang diisyaratkan Rasulullah SAW, Ketika Aisyah Radiyallohu’anha (ra) mengatakan kepada beliau pada saat beliau melakukan qiyamul-layl sehingga kedua telapak kaki beliau bengkak. “wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini dengan susah payah, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang kemudian?”.  Beliau menjawab,  “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang banyak bersyukur?” (Muttafaq’alaih : Diriwayatkan oleh al-Bukhori no 4837, dan Muslim no 2820).

 

                Jika ditanyakan : apakah yang lebih utama, beribadah disertai rasa takut (khauf) ataukah ibadah disertai harapah (raja’)?  Jawaban : menurut al-Ghazali rahimahullah, ibadah disertai harapan adalah lebih utama, karena harapan menyebabkan cinta, sedangkan takut menyebabkan keputusasaan.   Ketiga macam ini berlaku untuk orang-orang yang ikhlas.

                Ketahuilah bahwa keikhlasan itu adakalanya terjangkit penyakit ‘ujub (bangga diri).  Barangsiapa yang dibuat kagum dengan amalnya, maka amalnya batal. Demikian pula orang yang sombong, maka batal amalnya.

                Keadaan yang kedua, ia melakukan hal itu untuk mencari dunia dan akhirat sekaligus.  Sebagian ulama berpendapat bahwa amal-nya tertolak.  Ia berargumen dengan sabda Nabi SAW dalam Khabar Rabbani (hadits qudsi) yang artinya :

“ Allah SWT berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan persekutuan.  Barangsiapa yang melakukan suatu amalan dimana ia mempersekutukan sesuatu (bersamaKu), maka Aku berlepas diri darinya’.” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 2985 juga Ibnu Majah)

                Pendapat ini diikuti oleh al-Harits al-Muhasibi dalam kitab ar-Ri’ayah, dengan pernyataannya :”Ikhlas ialah kamu menginginkan-Nya dengan menaati-Nya dan tidak menginginkan selain-Nya”.

Komentar